Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Kurikulum Oh Kurikulum [ kurikulum 2012+1 ]

Kronologibayu- Postingan kali ini akan mengulas mengenai Kurikulum “Coba-Coba” 2012+1. Mengapa saya menyebut dengan nama Kurikulum “Coba-Coba” 2012+1.? Ya, Karena kemunculan kurikulum ini seolah dipaksakan, terlalu cepat pelaksanaannya meskipun banyak komponen yang belum siap. Banyak drama penolakan serta drama silang pendapat akan kemunculan kurikulum ini.

Dalam tulisan kali ini saya hanya akan bercerita mengenai apa yang terjadi di kehidupan sehari-hari di sekitar saya mengenai kurikulum ini. Saya tidak akan mengulas mutu komposisi atau materi yang terkandung dalam kurikulum ini. Saya bukan seorang ahli yang berkompeten di bidang ini, biarlah mereka para pakar atau mereka yang memiliki kewenangan dalam hal ini yang menilainya.

Sebelum lebih lanjut ke cerita utama, mari kita pelajari bersama Apa itu Kurikulum >>

Menurut UU SISDIKNAS NOMOR 20 TAHUN 2003, menyebutkan bahwa Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.

Lebih lanjut dalam UU ini juga disebutkan bahwa Pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik.

Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan peningkatan iman dan takwa; peningkatan akhlak mulia; peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik; keragaman potensi daerah dan lingkungan; tuntutan pembangunan daerah dan nasional; tuntutan dunia kerja; perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; agama; dinamika perkembangan global; dan persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan.

Baiklah, kita sekarang menuju ke cerita utama

Berbicara lebih lanjut mengenai kurikulum 2012+1, Saya mempunyai seklumit cerita dalam kehidupan sehari-hari dikalangan grass root mengenai keberadaan kurikulum tersebut. Cerita atau informasi yang saya dapatkan ini bukan hasil dari observasi yang sengaja saya adakan ataupun wawancara formal yang telah saya persiapkan sebelumnya. Informasi atau cerita ini murni saya dapat secara mengalir tanpa sengaja saya persiapkan terlebih dahulu. Dibawah ini selengkapnya>>

Dalam tingkatan sekolah dasar terdapat Konsep Tematik Terpadu/Integratif yang diluncurkan dalam kurikulum “coba-coba” 2012+1. Hal ini tak pelak menimbulkan kebingungan bagi  para pendidik, terlebih lagi bagi orang tua murid yang sedang mendampingi belajar putra-putri mereka. Kebingungan yang terjadi di kalangan para pendidik disebabkan karena penerapan kurikulum ini dirasa amat cepat, padahal pelatihan dan diklat maupun sosialisasi tentang mekanisme kurikulum 2012+1 ini baru dilaksanakan beberapa kali saja.

Sedangkan kebingungan yang di rasakan oleh orang tua murid dikarenakan tidak adanya sosialisasi langsung kepada mereka tentang bagaimana mekanisme dan seluk beluk kurikulum ini. Saya rasa orang tua murid/siswa dimanapun berada yang memiliki anak usia sekolah, entah itu jenjang SD, SMP dan SMA, mereka juga wajib diberi sosialisasi oleh pemerintah terkait perubahan ini.

Mengapa pemerintah wajib memberikan sosialisasi kepada orang tua murid? Ya, karena peran Orang tua juga sangat vital dan merupakan kompenen yang tidak bisa dipisahkan dalam dunia pendidikan. Dengan diberikannya sosialisasi kepada para orang tua murid mengenai perubahan kurikulum ini, maka para orang tua murid diharapkan akan lebih paham dan peduli lagi dengan dunia pendidikan yang ditempuh oleh putra-putri mereka. Apabila Pemerintah, Pihak Sekolah dan Orang Tua murid mempunyai sinergi yang baik dalam pengembangan peserta didik, maka saya yakin pendidikan kita akan mengalami perubahan yang signifikan kedepannya.

Lanjut>>

Suatu ketika saya berkunjung ke rumah seorang kenalan. Bapak yang satu ini mempunyai seorang putri yang duduk di kelas 4 SD. Pada saat itu adalah musimnya Ulangan Umum. Ketika itu Saya bertanya kepada anak teman saya ini

Saya : Lha sesuk ulangane IPA opo IPS ?
Si Anak: Ulangane Tema  4.
Saya: lha sak iki IPA – IPS gak enek tho?
Si anak : Enek’e Tema-Tema ngono .

Cerita lain juga saya dapat dari Ibu Saya. Saat itu beliau mendampingi belajar adik saya yang duduk di kelas 2 SD. Ibu Saya ketika itu bertanya kepada adik saya
“sesok pelajarane opo? Matematika, opo PPKN?
Adik saya dengan lugu menjawab, “pelajarane tema 4 karo subtema kui”.

Hal ini sangat membingungkan. Pasalnya anak didik di Sekolah Dasar tidak mengenal secara pasti tentang mata pelajaran yang ia pelajari. Mereka hanya mengenal bahwa hari ini adalah pelajaran Tema 4, tema tiga atau tema lain dengan berbagai sub tema tentunya.

Mengenai hal ini, Ibu saya pun mengatakan kepada saya bahwa sebelum di kelas dua atau tepatnya pada saat kelas satu, Adik saya pada saat kelas 1  masih mendapatkan materi buku ajar yang terpilah-pilah misalnya buku matematika sendiri, buku Bahasa Indonesia Sendiri dan Pendidikan Kewarganegaraan sendiri.

Saya secara pribadi setuju-setuju saja apabila konsep tematik terpadu/integratif ini diterapkan di sekolah dasar sebagaimana yang telah di instruksikan oleh kurikulum 2012+1 tersebut, namun alangkah baiknya jika konsep ini juga dibarengi dengan adanya buku mata pelajaran secara terpilah/terperinci yang dijadikan buku materi utama. Dengan kata lain buku tematik terpadu ini dijadikan suplemen tambahan.

Mungkin kebingungan ini terjadi karena sudah puluhan tahun masyarakat di Negara kita, pada jejang SD mengenal pelajaran terperinci dengan buku yang terpilah-pilah serta tidak terpadu seperti saat ini.

Okelah,  memang secara substansi isi, kurikulum ini sudah memuat mata pelajaran matematika, bahasa, pendidikan kewarganegaraan dll. Namun yang saya sayangkan kenapa tidak memuat/menyebutkan nama dari mata pelajaran yang ada. Hal yang ditakutkan adalah anak didik usia sekolah dasar tidak mengetahui apa nama sebenarnya dari mata pelajaran yang ia pelajari. Mereka hanya tahu bahwa pelajaran yang sedang dipelajari adalah pelajaran tema sekian dan sub tema sekian yang memuat hitung-berhitung, bahasa indosesia, wawasan kebangsaan dll.

Selain kasus kecil diatas, terdapat kasus lain yang sangat memilukan terkait pelaksanaan kurikulum 2012+1. Kasus tersebut yaitu Buku Ajar untuk anak didik di sekolah ini Di Perjual-Belikan dengan nilai rupiah tertentu. Buku yang berlabel MILIK NEGARA TIDAK DIPERDAGANGKAN ini dalam prakteknya harus ditebus dengan nilai rupiah baik oleh Pihak sekolah maupun oleh orang tua murid.

Dalam suatu kesempatan saya bertemu Kepala Sekolah SD. Lokasi SD ini adalah SD yang berjarak 300 meter dari rumah saya. Saya bertemu Kepala Sekolah kala itu dalam suatu acara yang diselenggarakan pihak sekolah. Saya hadir dalam acara tersebut sebagai perwakilan dari pihak pemuda setempat.

Pada waktu itu kami berdua berbincang ringan tentang banyak hal. Salah satu tema obrolan yang dibahas adalah kurikulum “coba-coba” 2012+1. Dalam obrolan ini Bapak Kepala SD tersebut mengatakan kepada saya bahwa Pihak Sekolah harus membayar ke Dinas Kabupaten untuk mendapatkan buku ini. Pernyataan Kepala Sekolah ini, menimbulkan Tanya dari diri saya.

Saya: “Pak bukane buku kurikulum niku Milik Negara Tidak Diperdagangkan ?”.
Kepala Sekolah: “Iya memang bener Mas, tapi kenyataane pihak sekolah kudu mbayar nyang dinas, iki wae sebagian buku rung di kirim”.

Pada saat itu Bapak Kepala Sekolah juga memperlihatkan kepada saya tumpukan buku ajar kurikulum 2012+1. Beliau mengambil salah satu buku dan memperlihatkan kepada saya akan kualitas fisik buku tersebut. Beliau pun berkata kepada saya, “ngetno iki mas, Lim-limane elek, buku iki gampang  rusak”.

Tumpukan buku ajar yang ada di ruang Kepala Sekolah tersebut rencananya akan dikembalikan untuk ditukar dengan buku yang fisiknya lebih baik.

Dari obrolan ringan panjang lebar dengan Kepala Sekolah tersebut, saya memperoleh informasi yang intinya banyak perdebatan dan kebingungan dari praktisi pendidik (guru dan kepala sekolah) akan status dan mutu kurikulum ini. Kebingungan tersebut dikarenakan status kejelasan akan keabsahan kurikulum yang masih diperdebatkan di tingkat Pemerintah Pusat (dalam hal ini Kementerian, DPR komisi Pendidikan dan para Pakar Pendidikan Nasional).

Di akhir obrolan kami mengenai kurikulum 2012+1 ini, Bapak Kepala Sekolah mengatakan, “Mbok uwis nggunakne kurikulum sing ndisik wae, kurikulum iki diperbaiki disik”.

Kurikulum 2013, gambar kurikulum 2013, apa itu kurikulum

Lanjut>>

Pada kesempatan lain saya bertemu dengan salah seorang pendidik Madrasah Ibtidaiyah. Dia adalah tetangga saya. Pada saat itu dia sedang berkunjung ke rumah saya. Ketika itu kami berdua terlibat perbincangan ringan panjang lebar, ngalor-ngidul. Dari bicara tentang lingkungan sekitar hingga obrolan berbau candaan tak teralakan dari kami.

Pada kesempatan itu juga terdapat perbincangan yang mengarah ke dunia pendidikan, tepatnya mengenai buku ajar kurikulum 2012+1 yang di dapat dengan membayar. Saat itu terdapat pernyataan dari tetangga saya bahwa untuk mendapatkan buku ajar kurikulum 2012+1, pihak sekolah tempat dia bekerja harus membayar kepada dinas kabupaten yang mengurusi buku tersebut.

Tetangga Saya: “Buku kui mbayar, Jane umpomo ora mbayar yo oleh tapi kon njipuk dewe neng semarang”.
Saya: “Berarti kui semacam ngganti duit transportasine ?”
Tetangga Saya: “Yo mungkin,  ngono yo Iso”.

Dari pernyataan yang saya dapatkan dari Kepala Sekolah dan Tetangga Saya ini, Saya mencoba menelaah kenapa mereka harus membayar kepada dinas terkait dalam hal mendapatkan buku ajar kurikulum “Coba-Coba” 2012+1.

Mungkin Pihak Dinas Kabupaten/Kota/Provinsi dalam mendapatkan buku itu mereka juga harus membayar ke Pihak Pusat untuk mengganti Ongkos Cetak dan Distribusi buku ini. Mungkin Hal ini yang menyebabkan Pihak Dinas Kabupaten/Kota/Provinsi mengambil langkah untuk menarik bayaran kepada sekolah-sekolah sebagai ganti dana talangan yang telah mereka lakukan.

Bukankah Biaya Percetakan dan Distribusi sepenuhnya ditanggung Pemerintah Pusat atau dalam hal ini Negara?. Atau mungkin ada oknum tertentu yang memanfaatkan distribusi buku ini menjadi ladang rupiah?.  Saya tidak berani berspekulasi akan hal itu.

Informasi lain mengenai buku ajar yang didapatkan secara berbayar terkait kurikulum 2012+1 ini, dapat kita temui dari berita yang hits di televisi. Sebagai contoh yang hits di beberapa bulan yang lalu, ada orang tua murid yang beramai-ramai membeli buku ajar kurikulum 2012+1 di Toko Buku pelajaran. Hal ini terpaksa dilakukan si orang tua dikarenakan anaknya tidak mendapatkan buku ajar tersebut. Keterlambatan proses cetak dan distribusi buku ajar kurikulum 2012+1 ini disinyalir menjadi penyebab para siswa tidak mendapatkan buku-buku ini.

Pertanyaan saya, Kenapa buku MILIK PEMERINTAH TIDAK DIPERDAGANGKAN tersebut bisa jatuh ke tangan para pedagang buku?

Keterlambatan proses cetak, kualitas cetakan serta fisik buku yang kurang baik adalah perihal kecil yang telah memperkuat anggapan seolah-olah kurikulum ini dipaksakan kelahirannya atau boleh dikata kejar tayang walaupun belum saatnya untuk tayang dan lebih ekstrim lagi ini seolah-olah adalah kurikulum coba-coba.

Keadaan yang bak benang kusut seperti di atas ini, tak pelak menimbulkan perasaan resah dalam diri saya. Bukan saya sok peduli atau seolah-olah care dengan dunia pendidikan agar dapat pujian dari banyak orang. Bukan itu !.

Apa yang menjadikan diri saya resah adalah karena Saya memiliki dua adik yang masih usia sekolah. Tentu Saya khawatir dengan adanya gonjang-ganjing kurikulum ini akan mempengaruhi konsentrasi mereka dalam kegiatan belajar. Dan lebih lanjut saya tidak ingin gonjang-ganjing ini juga akan mengurangi hak adik-adik saya dalam mendapatkan pendidikan yang bermutu di negeri ini.  Dengan bahasa yang lebih frontal, Saya tidak ingin adik-adik saya ini dan jutaan anak diseluruh Indonesia menjadi alat uji coba kurikulum coba-coba 2012+1 ini.

Tepat pada tanggal 5 Desember 2014 kemarin terbitlah surat dari Pak Menteri. Dimana surat ini seakan memberi secercah titik terang terhadap kegonjang-ganjingan perubahan kurikulum yang terjadi. Dibawah ini adalah poin-poin yang dapat saya kutip dari pernyataan Menteri yang tertuang dalam surat resminya.

Harus diakui bahwa kita menghadapi masalah yang tidak sederhana karena Kurikulum 2013 ini diproses secara amat cepat dan bahkan sudah ditetapkan untuk dilaksanakan di seluruh tanah air sebelum kurikulum tersebut pernah dievaluasi secara lengkap dan  menyeluruh.

Seperti kita ketahui, Kurikulum 2013 diterapkan di 6.211 sekolah sejak Tahun Pelajaran 2013/2014 dan di semua sekolah di seluruh tanah air pada Tahun Pelajaran 2014/2015. Sementara itu, Peraturan Menteri nomor 159 Tahun 2014 tentang evaluasi Kurikulum 2013 baru dikeluarkan tanggal 14 Oktober 2014, yaitu tiga bulan sesudah Kurikulum 2013 dilaksanakan di seluruh Indonesia.

Pada Pasal 2 ayat 2 dalam Peraturan Menteri nomor 159 Tahun 2014 itu menyebutkan bahwa Evaluasi Kurikulum bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai:

    Kesesuaian antara Ide Kurikulum dan Desain Kurikulum;
    Kesesuaian antara Desain Kurikulum dan Dokumen Kurikulum;
    Kesesuaian antara Dokumen Kurikulum dan Implementasi Kurikulum; dan
    Kesesuaian antara Ide Kurikulum, Hasil Kurikulum, dan Dampak Kurikulum.

Alangkah bijaksana  bila evaluasi sebagaimana dicantumkan dalam pasal 2 ayat 2 dilakukan secara lengkap dan menyeluruh sebelum kurikulum baru ini diterapkan di seluruh sekolah. Konsekuensi dari penerapan menyeluruh sebelum evaluasi lengkap adalah bermunculannya masalah-masalah yang sesungguhnya bisa dihindari jika proses perubahan dilakukan secara lebih seksama dan tak terburu-buru.

Berbagai masalah konseptual yang dihadapi antara lain mulai dari soal ketidakselarasan antara ide dengan desain kurikulum hingga soal ketidakselarasan gagasan dengan isi buku teks. Sedangkan masalah teknis penerapan seperti berbeda-bedanya kesiapan sekolah dan guru, belum meratanya dan tuntasnya pelatihan guru dan kepala sekolah, serta penyediaan buku pun belum tertangani dengan baik. Anak-anak, guru dan orang tua pula yang akhirnya harus menghadapi konsekuensi atas ketergesa-gesaan penerapan sebuah kurikulum. Segala permasalahan itu memang ikut melandasi pengambilan keputusan terkait penerapan Kurikulum 2013 ke depan, namun yang menjadi pertimbangan utama dalam pengambilan keputusan ini adalah kepentingan anak-anak kita.

Maka dengan memperhatikan rekomendasi tim evaluasi implementasi kurikulum, serta diskusi dengan berbagai pemangku kepentingan, saya memutuskan untuk:

Menghentikan pelaksanaan Kurikum 2013 di sekolah-sekolah yang baru menerapkan satu semester, yaitu sejak Tahun Pelajaran 2014/2015. Sekolah-sekolah ini supaya kembali menggunakan Kurikulum 2006. Bagi Ibu/Bapak kepala sekolah yang sekolahnya termasuk kategori ini, mohon persiapkan sekolah untuk kembali menggunakan Kurikulum 2006 mulai semester genap Tahun Pelajaran 2014/2015. Harap diingat, bahwa berbagai konsep yang ditegaskan kembali di Kurikulum 2013 sebenarnya telah diakomodasi dalam kurikulum 2006, semisal penilaian otentik, pembelajaran tematik terpadu, dll. Oleh karena itu, tidak ada alasan bagi guru-guru di sekolah untuk tidak mengembangkan metode pembelajaran di kelas. Kreatifitas dan keberanian guru untuk berinovasi dan keluar dari praktik-praktik lawas adalah kunci bagi pergerakan pendidikan Indonesia.

Tetap menerapkan Kurikulum 2013 di sekolah-sekolah yang telah tiga semester ini menerapkan, yaitu sejak Tahun Pelajaran 2013/2014 dan menjadikan sekolah-sekolah tersebut sebagai sekolah pengembangan dan percontohan penerapan Kurikulum 2013. Pada saat Kurikulum 2013 telah diperbaiki dan dimatangkan lalu sekolah-sekolah ini (dan sekolah-sekolah lain yang ditetapkan oleh Pemerintah) dimulai proses penyebaran penerapan Kurikulum 2013 ke sekolah lain di sekitarnya. Bagi Ibu dan Bapak kepala sekolah yang sekolahnya termasuk kategori ini, harap bersiap untuk menjadi sekolah pengembangan dan percontohan Kurikulum 2013. Kami akan bekerjasama dengan Ibu/Bapak untuk mematangkan Kurikulum 2013 sehingga siap diterapkan secara nasional dan disebarkan dari sekolah yang Ibu dan Bapak pimpin sekarang. Catatan tambahan untuk poin kedua ini adalah sekolah yang keberatan menjadi sekolah pengembangan dan percontohan Kurikulum 2013, dengan alasan ketidaksiapan dan demi kepentingan siswa, dapat mengajukan diri kepada Kemdikbud untuk dikecualikan.

Mengembalikan tugas pengembangan Kurikulum 2013 kepada Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. Pengembangan Kurikulum tidak ditangani oleh tim ad hoc yang berkerja jangka pendek. Kemdikbud akan melakukan perbaikan mendasar terhadap Kurikulum 2013 agar dapat dijalankan dengan baik oleh guru-guru kita di dalam kelas, serta mampu menjadikan proses belajar di sekolah sebagai proses yang menyenangkan bagi siswa-siswa kita.


Dalam surat tersebut Menteri telah menyampaikan dengan lugas apa yang menjadi inti dari masalah tentang perubahan kurikulum ini. Sebagaimana yang saya beri border-left merah.

Kurikulum 2013 ini diproses secara amat cepat dan bahkan sudah ditetapkan untuk dilaksanakan di seluruh tanah air sebelum kurikulum tersebut pernah dievaluasi secara lengkap dan  menyeluruh.

Semoga langkah yang ditempuh Bapak Menteri yang baru ini benar-benar terlaksana dengan baik. Saya secara pribadi sangat setuju jika ada suatu perubahan terhadap kurikulum, dengan catatan bahwa jika perubahan kurikulum tersebut memang benar-benar sudah waktunya untuk dilakukan perubahan dan perubahan itu dilaksanakan dengan baik dan benar. Kami sebagai khalayak umum tentu berharap, semoga kejadian gonjang-ganjing semacam ini adalah kejadian yang terakhir yang tak akan terulang kembali di tahun-tahun mendatang. Biarlah apa yang telah terjadi ini dapat menjadi sebuah pengalaman dan pembelajaran yang mahal terhadap pengembangan dunia pendidikan untuk kedepannya.

Persiapan yang matang adalah hal yang mutlak dilakukan sebelum melakukan suatu perubahan. Dalam perubahan kurikulum tidak ada istilah menyelam sambil minum air. Jangan menerapkan kurikulum sebelum adanya evaluasi secara lengkap dan menyeluruh. Jika itu terjadi maka kurikulum yang dibuat tak ubahnya hanya semacam kurikulum coba-coba.

Demikian tulisan yang jauh dari sempurna dari saya. Mohon maaf sebesarnya apabila ada kata yang kurang berkenan di hati saudara semua. Suskses selalu untuk kita semua dimanapun kita berada dan Maju terus Dunia Pendidikan Indonesia !!
~Salam~

Post a Comment for "Kurikulum Oh Kurikulum [ kurikulum 2012+1 ]"